Desa adat
Penglipuran berlokasi pada kabupaten Bangli yang berjarak 45 km dari kota
Denpasar, Desa adat yang juga menjadi objek wisata ini sangat mudah dilalui.
Karena letaknya yang berada di Jalan Utama Kintamani -Bangli. Desa Penglipuran
ini juga tampak begitu asri, keasrian ini dapat kita rasakan begitu memasuki
kawasan Desa. Pada areal Catus pata yang merupakan area batas memasuki Desa
Adat Penglipuran, disana terdapat Balai Desa, fasilitas masyarakat dan ruang
terbuka untuk pertamanan yang merupakan areal selamat datang. Desa ini adalah
sebuah desa yang memiliki tatanan khas dan berbeda dengan desa - desa adapt
lainnya yang ada di Bali. Ciri khas desa tersebut terletak pada angkul - angkul
(pintu gerbang) rumah penduduknya yang seragam. Ada 76 angkul - angkul yang
berjajar rapi dari ujung utara hingga selatan desa. Angka76 ini menunjukan 76
keluarga utama atau pengarep. Selain angkul- angkul seragam, desa yang terletak
sekitar lima kilometer di utara Bangli ini juga memiliki sejumlah adat dan
tradisi unik lainnya. Salah satunya, pantangan bagi kaum lelakinya untuk
beristri lebih dari satu atau berpoligami. Laki – laki Desa Penglipuran dididik
untuk setia kepada satu pasangan saja. Disini ada awig – awig {aturan adat}
yang melarang praktik berpoligami. Jika melanggar, lelaki tersebut akan
dikucilkan di sebuah tempat yang dikenal dengan nama Karang Memadu.
Desa ini
merupakan salah satu kawasan pedesaan di Bali yang memiliki tatanan yang
teratur dari struktur desa tradisional, perpaduan tatanan tradisional dengan
banyak ruang terbuka pertamanan yang asri membuat desa ini membuat kita
merasakan nuansa Bali pada dahulu kala. Penataan fisik dan struktur desa
tersebut tidak lepas dari budaya yang dipegang teguh oleh masyarakat Adat
Penglipuran dan budaya masyarakatnya juga sudah berlaku turun temurun.
Penampilan
fisik desa adat juga sangat khas dan indah. Jalan utama desa adat berupa
jalan sempit yang lurus dan berundag undag. Potensi pariwisata yang dimiliki
oleh desa adat penglipuran adalah adatnya yang unik serta tingginya frekuensi
upacara adat dan keagamaan. Meski desa adat penglipuran saat ini sudah
tersentuh modernisasi yakni perubahan kearah kemajuan namun tata letak
perumahan di masing masing keluarga tetap menganut falsafah Tri Hita Karana. Sebuah
falsafah dalam agama Hindu yang selalu menjaga keharmonisan hubungan antara
manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, serta manusia dengan Tuhan.
Keunggulan
dari desa adat penglipuran ini dibandingkan dengan desa-desa lainnya di Bali
adalah gagian depan rumah yang serupa dan seragam dari ujung utama desa sampai
bagian hilir desa. Desa tersusun sedemikian rapinya yang mana daerah utamanya
terletak lebih tinggi dan semakin menurun sampai kedaerah hilir. Selain bentuk
depan yang sama, adanya juga keseragaman bentuk dari bahan untuk membuat rumah
tersebut. Seperti bahan tanah untuk tembok dan untuk bagian atap terbuat dari
penyengker dan bambu untuk bangunan diseluruh desa.
Bahan baku
bamboo untuk atap angkul angkul tersedia dalam jumlah banyak karena tumbuh
subur di desa adat penglipuran. Desa adat penglipuran mempunyai hutan bamboo
yang cukup luas dengan sekitar limabelas macam bamboo yang dapat dijadikan
sebagai jalur hiking. Keadaan hutan yang masih alami membuat Desa Pemnglipuran
menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk mengunjunginya. Sangatlah tepat jika desa adat penglipuran
dijadikan sebagai desa tujuan wisata. Desa wisata semakin populer
belakangan ini sebagai alternatif dari pariwisata konvensional. Sampai saat ini
desa wisata penglipuran ramai dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun
mancanegara.Tak jarang, mereka yang datang adalah dari kalangan ilmuwan serta
mahasiswa yang tertarik untuk melakukan penelitian di desa adat penglipuran.
Keasrian
desa adat penglipuran dapat dirasakan mulai dari memasuki kawasan pradesa.
Balai masyarakat dan fasilitas kemasyarakatan serta ruang terbuka
pertamanan, semakin menambah keaslian alam pedesaan. Desa adat penglipuran merupakan satu kawasan
pedesaan yang memiliki tatanan spesifik dari struktur desa tradisional.
sehingga mampu menampilkan wajah pedesaan yang asri. Penataan fisik dan struktur desa, tidak
terlepas dari budaya masyarakatnya yang sudah berlaku turun temurun. Areal
pemukiman serta jalan utama desa adat penglipuran adalah areal bebas kendaraan
terutama roda empat. Keadaan ini, semakin memberikan kesan nyaman bagi
para wisatawan yang datang. Kata penglipuran berasal dari kata penglipur yang
artinya penghibur, karena semenjak jaman kerajaan , tempat ini adalah
salah satu tempat yang bagus untuk peristirahatan.
Selain
itu, menurut masyarakat kata penglipuran juga dipercaya berasal dari kata
Pengeling Pura yang berarti sebagai tempat yang suci untuk mengingat para
leluhur.
Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani dan kini mereka mulai
beralih ke usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Dengan memanfaatkan
bamboo sebagai bahan bakunya menjadikan desa penglipuran sebagai komunitas yang
unik diantara kemajuan pulau dewata yang semakin pesat. Sesuai dengan kosep
yang ada, desa adat penglipuran dibagi menjadi tiga bagian yaitu bangunan suci
yang terletak di hulu perumahan di
tengah, dan lahan usaha tani di pinggir atau hilir.
Di Pura
Penataran masyarakat desa adat penglipuran memuja Dewa Brahma manifestasi Ida
Sang Hyang Widi sebagai pencipta alam semesta beserta isinya. masyarakat desa
adat penglipuran percaya bahwa leluhur mereka berasal dari Desa Bayung Gede,
Kintamani.Dilihat dari segi tradisi, desa adat ini menggunakan sistem
pemerintahan hulu apad.Pemerintahan desa adatnya terdiri dari prajuru hulu apad
dan prajuru adapt. Prajuruhulu apad terdiri dari jero kubayan, jero kubahu,
jero singgukan, jero cacar, jero balung dan jero pati. Prajuru hulu apad otomatis dijabat oleh
mereka yang paling senior dilihat dari usia perkawinan tetapi yang belum
ngelad. Ngelad atau pensiun terjadi bila semua anak sudah kawin atau salah
seorang cucunya telah kawin.
Mereka yang
baru kawin duduk pada posisi yang paling bawah dalam tangga keanggotaan desa
adapt. Menyusuri jalan utama desa kearah selatan anda akan menjumpai sebuah
tugu pahlawan yang tertata dengan rapi. Tugu ini dibangun untuk
memperingati serta mengenang jasa kepahlawanan Anak Agung Gede Anom Mudita atau
yang lebih dikenal dengan nama kapten Mudita. Anak Agung Gde Anom Mudita,
gugur melawan penjajah Belanda pada tanggal 20 November 1947. Taman Pahlawan
ini dibangun oleh masyarakat desa adat penglipuran sebagai wujud bakti dan
hormat mereka kepada sang pejuang.Bersama segenap rakyat Bangli, Kapten
Mudita berjuang tanpa pamrih demi martabat dan harga diri bangsa sampai titik
darah penghabisan.
Karena Desa
Penglipuran terletak didataran yang agak tinggi, suasana terasa cukup sejuk.
Selain suasana pertamanan yang asri tetapi juga sangat ramahnya penduduk desa
terhadap tamu yang datang. Banyak wisatawan yang datang dapat menikmati suasana
desa dan masuk kerumah mereka untuk melihat kerajinan- kerajinan yang penduduk
desa buat. Sehingga untuk tinggal berlama lama disini sangatlah menyenangkan.
Desa Adat Penglipuran ini termasuk desa yang banyak melakukan acara ritual,
sehingga banyak sekali acara yang diadakan didesa ini seperti pemasangan dan
penurunan odalan, Galungan dll. Memang Saat yang sangat tepat untuk datang
kedesa ini adalah pada acara tersebut berlangsung, sehingga kita dapat melihat
langsung keunikan dan kekhasan dari desa penglipuran ini. Walaupun anda tidak
sempat datang pada saat acara tersebut diatas, anda dapat menikmati suasana
desa pada sore hari. Karena pada saat sore umumnya penduduk desa keluar rumah
setelah selesai melakukan aktifitas rutin mereka dipagi dan siang hari, merek
keluar untuk berkumpul bersama sama penduduk desa yang lain dan para pria pada
saat sore hari mengeluarkan ayam jago kesayangan mereka dan tidak jarang mereka
melakukan tajen/adu ayam tetapi tanpa pisau dikakinya.
Selanjutnya akan
dilanjutkan ke dalam pendidikan yang dijalani oleh generasi muda desa
penglipuran. Generasi muda penglipuran hampir seluruhnya menikmati pendidikan formal
mulai dari SD hingga perguruan tinggi, tetap melestarikan tradisi yang
mereka warisi dari para leluhurnya. Bangunan suci yang terletak di hulu,
perumahan di tengah dan lahan usaha tani di pinggir atau hilir.