Candi Bentar Pura Penataran Sasih |
Pura
ini terletak di Desa Pejeng di tepi jalan raya menuju obyek wisata Tampaksiring.
Pura ini terkenal karena terdapat sebuah nekara yang amat besar,dengan tinggi
186,5 cm dan berdiameter 160 cm. Nekara perunggu yang berasal dari jaman
prasejarah (jaman pra hindu) terkenal dengan nama bulan pejeng yang
berarti bulan yang jatuh ke bumi. Nekara perunggu yang terdapat di Pura
Penataran Sasih mengandung nilai simbolis magis yang sangat tinggi. Pada nekara
tersebut terdapat hiasan kodok muka sebagai sarana penghormatan pada leluhur
sebagai pelindung. Dalam kaitannya ini simbolis magis tersebut berfungsi
sebagai media untuk memohon hujan. Bulan Pejeng ini juga dianggap sebagai
subang Kebo Iwa. Sejumlah arca arca kuno penting terdapat dalam pura ini.
Dinamakan pura penataran sasih karena diambil dari danya bulan Pejeng (Sasih
berarti bulan).
Pura
Penataran Sasih juga merupakan pura penataran sekaligus sebagai pemujaan awal
terjadinya kehidupan di dunia. Sedangkan jika berpijak dari hasil penelitian
terhadap peninggalan benda-benda kuno di areal pura, maka diduga Pura Penataran
Sasih telah ada sebelum pengaruh Hindu masuk ke Bali. Diperkirakan hal tersebut
setara dengan zaman Dongson di negeri Cina, sekitar 300 tahun Sebelum Masehi.
Sementara itu adanya Hindu masuk ke Bali diperkirakan sekitar abad ke-8.
Di Pura Penataran Sasih ini terdapat beberapa peninggalan purbakala, baik yang berasal dari tahun 300 SM maupun pada abad X Masehi dan pada abad XIV Masehi. Nekara yang disebut oleh masyarakat sebagai ''bulan Pejeng'' itu peninggalan
purbakala tahun 300 SM. Sedangkan berdasarkan pecahan prasasti yang dijumpai di Pura
Penataran Sasih sudah ada pada
abad X Masehi. Hal ini didasarkan pada huruf Kawi dan bahasa Sansekerta yang digunakan oleh prasasti tersebut.
Di
samping nekara perunggu, di Pura Penataran Sasih juga terdapat peninggalan
berupa pecahan prasasti yang ditulis pada batu padas. Hanya tulisan yang
mempergunakan bahasa Kawi dan Sansekerta itu tidak bisa dibaca karena termakan
usia. Namun, dari hasil penelitian yang dilakukan, ada kemungkinan pecahan
prasasti tersebut berasal dari abad ke-9 atau permulaan abad ke-10. Di Pura
Penataran Sasih juga tersimpan pula beberapa peninggalan masa Hindu masuk ke
Bali, seperti prasasti dari batu yang berlokasi di jeroan di bagian selatan.
Prasasti tersebut berkarakter huruf dari abad ke-10. Di bagian jaba pura, di
sebelah tenggara ada fragmen atau bekas bangunan memuat prasasti beraksara
kediri kwadrat (segi empat) yang menyebutkan Parad Sang Hyang Dharma yang
artinya bangunan suci.
Pura
Penataran Sasih sendiri terdiri atas lima palebaan, meliputi Pura Penataran
Sasih sebagai pura induk. Bagian utara terdapat Pura Taman Sari, Pura Ratu
Pasek, dan Pura Bale Agung. Sedangkan untuk bagian selatan terdapat Pura Ibu.
Untuk areal Pura Penataran Sasih terutama di jeroan terdapat beberapa
pelinggih. Dari pintu masuk, pada sisi jaba tengah terdapat bangunan Padma
Kurung sebagai tempat penyimpenan Sang Hyang Jaran.
Deretan
bagian timur terdapat bangunan pengaruman yang biasanya difungsikan sebagai
tempat menstanakan simbol-simbol Ida Batara dari Pura Kahyangan Tiga di seluruh
Pejeng. Pada bagian utara balai pengaruman terdapat pelinggih Ratu Sasih. Di
samping itu, ada pula pesimpangan Ida Batara Gana dan gedong pasimpangan Ida
Batara Brahma di deret selatan. Sementara itu, pada bagian utara terdapat
gedong pasimpangan Batara Wisnu, dan di bagian barat terdapat gedong
pasimpangan Batara Mahadewa.
Piodalan
atau Upacara Yadnya di Pura Penataran Sasih ini terbagi dalam dua bagian.
Bagian yang pertama yaitu upacara panyelah dirayakan setiap 210 hari tepatnya
Redite Umanis, wuku Langkir, yang berlangsung selama tiga hari. Sedangkan
bagian yang kedua yaitu untuk karya agung berlangsung pada purnama kesanga,
nemu pasah.
Di
Pura Penataran Sasih terdapat salah satu tarian sakral Bali yakni tarian Sang
Hyang Jaran. Tarian tersebut dipentaskan bilamana di Pura Penataran Sasih
diselenggarakan upacara besar seperti upacara ngenteg linggih dan caru balik
sumpah. Tarian ini biasanya dibawakan oleh empat orang penari. Bahkan, untuk
penarinya ini bukanlah orang sembarangan. Untuk penari biasanya akan hadir
beberapa waktu sebelum tarian tersebut dipentaskan. Kehadirannya tersebut
terjadi secara mendadak atas petunjuk sesuhunan. Orang tersebut akan tiba-tiba
karauhan (kesurupan). Orang yang karauhan tersebut bisa saja warga dari luar
daerah Pejeng.